SELAMAT DATANG

Di Blogsite Khusus LSM/ORMAS Kesatuan Komando Pembela Merah Putih (KKMPM) MADA, MARCAB, MARTING Kota Tangerang Selatan - Provinsi Banten

Salam Kemitraan

KKPMP Siap Bekerja Sama Dengan TNI, POLRI, BNN, KPK, Dan Instansi-Instansi Terkait Lainnya...

Logo Kehormatan 1

KKPMP Memiliki Beberapa Lembaga Dan Sayap-Sayap Organisasi Pada Masing-Masing Bidang...

Logo Kehormatan 2

KKPMP Memiliki Beberapa Lembaga Dan Sayap-Sayap Organisasi Pada Masing-Masing Bidang...

KKPMP

Tumbuh Dan Berkembang Bersama Masyarakat...

Wednesday, February 28, 2018

Penjelasan UUD 1945 Pasal 1 Ayat 1 Sampai 3

BUNYI DAN PENJELASAN UUD 1945 PASAL 1 AYAT 1, 2, 3
PASAL 1 AYAT 1 UUD 1945
"Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik"
PASAL 1 AYAT 2 UUD 1945
"Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar"**)

PASAL 1 AYAT 3 UUD 1945

"Negara Indonesia adalah negara hukum"**)

Penjelasan pasal 1 ayat 1 UUD 1945
Pasal 1 ayat 1 merupakan pernyataan bahwa Indonesia merupakan Negara kesatuan. Artinya Indonesia adalah negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal, di mana pemerintah pusat adalah yang tertinggi dan satuan-satuan subnasionalnya hanya menjalankan kekuasaan-kekuasaan yang dipilih oleh pemerintah pusat untuk didelegasikan kepada mereka. Selain itu, pada pasal 1 ayat 1 UUD 1945 ini juga menyatakan Negara Indonesia berbentuk Republik, yang artinya tampuk pemerintahan bersumber dari rakyat, bukan dari prinsip keturunan (bangsawan), sehingga Indonesia akan dipimpin atau dikepalai oleh seorang Presiden.

Penjelasan pasal 1 ayat 2 UUD 1945
Pada Amandemen III yang telah disahkan oleh MPR pada tanggal 10 November 2001, bunyi pasal 1 ( 2 ) UUD 1945 mengalami perubahan menjadi Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar. kemudian apa makna sebenarnya dari kedaulatan dilaksanakan menurut undang-undang dasar? Maksudnya adalah Kedaulatan rakyat dijalankan berdasarkan circle system konsitusi, tak lagi dijabat oleh sebuah lembaga saja yang dikenal dengan sebutan MPR. Dengan bahasa lain, pelaksanaan kedaulatan rakyat terbagi-bagi dalam berbagai institusi serta peraturan-peraturan konstitusi yang terdapat serta ditentukan di dalam UUD 1945. Dengan begitu, setelah amandemen dilakukan kedaulatan rakyat selain dijalankan oleh Majelais Permusyawaratan Rakyat, juga dijalankan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, Dewan Perwakilan Daerah, oleh Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, dan seterusnya. Cakupannya menjadi sangat luas oleh karena itu bisa mengalami pembiasan sehingga kedaulatan tak lagi ada di tangan rakyat namun berpindah ke institusi-institusi rezim.
Penjelasan pasal 1 ayat 3 UUD 1945
Berdasarkan Pada amandemen ke-3 UUD 1945 bunyi pasal 1 ( 3 ) UUD 1945 Negara Indonesia adalah negara hukum artinya penyelenggaraan roda pemerintahannya didasarkan atas hukum.
Hal mempertegas status negara Indonesia sebagai negara hukum melalui penambahan ayat terakhir (3) dari pasal 1 UUD 1945. Hal ini mungkin disebabakan pada masa Orde Baru kekuasaan banyak diselewengkan, sehingga dengan penambahan pasal ini, maka semua rakyat Indonesia, tanpa melihat statusnya, harusnya mampu berbuat dengan kesiapan bertanggung jawab di hadapan hukum yang berlaku di Indonesia.Dengan begitu didalam negara hukum, kekuasaan negara berdasarkan atas hukum. Bukan sebuah kekuasaan semu serta pemerintahan negara yang didasarkan pada konstitusi yang memiliki paham konstitusionalisme.Tanpa hal itu, semua akan sulit disebut sebagai negara hukum. Supremasi hukum harus menjangkau 3 ide dasar hukum, yaitu kemanfaatan, keadilan, serta kepastian.

Keterangan :
Tanda pada Perubahan atau Amandemen UUD 1945 yakni dengan di beri tanda bintang : * pada BAB, Pasal dan Ayat Seperti :
  • Perubahan / Amandemen Pertama : *)
  • Perubahan / Amandemen Kedua : **)
  • Perbuahan / Amandemen Ketiga : ***)
  • Perubahan / Amandemen Keempat : ****)
- Semoga Bermanfaat -

Monday, February 26, 2018

Apa Itu Masyarakat Madani?

Budaya Demokrasi Menuju Masyarakat Madani
Masyarakat Madani (Civil Society) adalah istilah yang banyak digunakan oleh Cendekiawan muslim modernis Indonesia yang merujuk pada kota madinah di Jazirah Arab, yakni sebuah kota tempat kaum muslim membangun peradaban pada masa Rasulullah SAW.

Bagaimana pengertian, ciri-ciri dan konsep masyarakat madani itu? Bagaimana menurut Islam dan perkembangannya? Mari lanjutkan membaca...

1. Pengertian Masyarakat Madani

Berikut Menurut Para Ahli :
Thoha Hamim, Menghubungkan bahwa memang, masyarakat madani sebagai terjemahan civil society tidak terkait dengan masyarakat tertentu, yaitu Madinah sebagai wilayah Nabi Muhammad SAW hijarah.

Thoha Hamim menjelaskan bahwa masyarakat madani yang dihubungkan dengan Madinah karena Madinah-lah sebagai attributive dari masyarakat madani, karena Madinah-lah Nabi Muhammad SAW menerapkan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan, penegakan hukum, jaminan keadilam untuk semua warga serta perlindungan terhadap kaum minoritas.
Sehingga para pemikir muslim menganggap masyarakat Madinah sebagai prototype masyarakat ideal prosuk Islam yang bisa disandingkan dengan masyarakat ideal dalam konsep civil society. Thoha mengatakan bahwa ajaran Islam sangat kaya dengan nilai dan etika, yang bila diimlementasikan akan terbentuk tatanan kehidupan yang ideal.
M.Hasyim Manan dalam pengertiannya, Masyarakat madani adalah masyarakat yang selalu memelihara perilaku yang beradab, sopan santun, berbudaya tinggi, baik dalam pergaulan sehari-hari, dalam berbicara, dalam mencari kebenaran, bahkan dalam mencari rezeki, mengupayakan kesejahteraan atau dalam menerapkan hukum dan sanksi, sampai dalam menghadapi konflik dan peperangan.

Masyarakat madani adalah masyarakat yang selalu memelihara perilaku yang beradab, sopan santun, berbudaya tinggi, baik dalam menghadapi sesama manusia, atau alam lainnya, misalnya dalam menyembelih binatang untuk dikonsumsi, dalam berburu.

Masyarakat madani adalah masyarakat yang selalu memelihara perilaku yang beradap, sopan santun berbudaya tinggi,dan ramah dalam menghadapi lingkungannya, masyarakat yang hubungan antar warganya sangat harmoni, saling menghargai kepentingan masing-masing. Menyadari bahwa walaupun masing-masing mempunyai hak bahkan hak asasi, tetapi hak itu dibatasi soleh hak yang dimiliki orang lain dalam kapasitas yang sama.

2. Karakteristik Dan Ciri-ciri Masyarakat Madani

Muhammad AS.Hikam
memberikan ciri-ciri civil society (masyarakat madani) mengutip dan pendapat Tocqueville, yaitu adanya sikap warga dengan kesukarelaan (voluntary), ke swasembadaan (self generating), dan keswadayaan (self supporting), kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma serta nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.

Sedangkan Nurcholis Madjid (1999) mengutarakan ciri-ciri mendasar dari sebuah masyarakat madani yang tetap mengacu kepada konsep masyarakat yang dibangun Nabi Muhammad SAW di Madinah, yaitu :

1. Egalitarianisme (kesepadanan). 
2. Penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi.
3. Keterbukaan dan partisipasi aktif seluruh masyarakat.
4. Penegakan hukum dan keadilan.
5. Toleransi dan pluralisme.
6. Musyawarah.

Kemudian Maulidin Al-Maula, Direktur lembaga Studi Agama dan Demokrasi (LSAD) Surabaya, memberikan ciri utama masyarakat madani adalah sebagai berikut :
1. Kemandirian yang tinggi dari individu dan kelompok masyarakat saat berhadapan dengan negara. 
2. Adanya ruang publik yang bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik, secara aktif dari warga negara melalui wacana praktis yang berkaitan dengan kepentingan publik.
3. Adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar ia tidak intervensionis.

Maulidin memberikan ciri tentang masyarakat madani sebagai keindonesiaan civil society berkiblat pada pemikiran barat seperti yang dikonsepsikan masyarakat madani sebagai lawan negara (state).
Konsep Masyarakat Madani.

Menurut Anwar Ibrahim yang dikutip oleh Dawan Rahadjo (1999) dalam buku Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial, mengatakan bahwa membentuk masyarakat madani harus dan tetap bersumber kepada agama, peradaban adalah prosesnya dna masyarakat kota adalah hasilnya. jadi, masyarakat madani mengandung tiga unsur pokok, yaitu agama, peradaban dan perkotaan.

Menempatkan agama sebagai sumber pada masyarakat madani, meruoakan suatu keniscayaan bagi masyarakat Indonesia karena masyarakat Indonesia yang beragama agar pemaknaan masyarakat madani berbeda dengan civil society yang berkembang di barat pada akhirnya menimbulkan keresahan masyarakat sekular ndan individual.

Alasan lainnya agama, bisa dipahami sebagai wahana pemersatu umat agar perbedaan-perbedaan yang muncul bisa diminimalisir menuju pada integritas umat (ummatan wahidatan).

Diakui bahwa pemahaman tentang masyarakat madani di Indonesia berawal pada konsep dan contoh masyarakat Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW setelah hijarah. Masyarakat Madinah menjadi contoh dan parameter normatif historis masyarakat madani. Telah melahirkan kesadaran baru pada kaum Anshar dan Muhajirin tentang kesetaraan (musawwah), pluralisme, dan toleransi yang dibungkus dan disatukan dengan agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Yang perlu diingat bahwa Nabi Muhammad SAW menanamkan nilai-nilai religius (dalam hal ini adalah agama Islam) kepada masyarakat Madinah secara totalitas. Pemahaman tentang kesetaraan (egalitarian) diwujudkan dengan mengacu kepada hukum agama yang terkandung di dalam Al-Quran dan Sunnah.

3. Proses Menuju Masyarakat Madani

Negara Indonesia yang menganut demokrasi juga memiliki cita-cita untuk mencapai civil society (masyarakat madani) dengan berbagai upaya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan digulirkannya otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah untuk mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan kebutuhan nyata daerah dan sesuai dengan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerahnya.

Namun untuk pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia terdapat beberapa kewenangan yang masih merupakan kewenangan pusat, salah satunya adalah masalah yang berkaitan dengan hubungan luar negeri.

Dengan kata lain, otonomi dihubungkan dengan civil society di Indonesia merupakan kemandirian dalam melakukan kegiatan. Kemandirian tersebut termasuk kemandirian dalam bidang politik, dan organisasi sosial politik seperti partai-partai politik, organisasi massa (ormas), kelompok kepentingan, maupun kelompok penekan dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan negara Indonesia.

Dalam mewujudkan civil society, negara memiliki kedudukan sebagai fasilitator, artinya negara dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat memberikan hak-hak daerahnya dan melindungi hak-hak daerahnya.

4. Masyarakat Madani Dalam Islam

Prasyarat-prasayarat yang menjadi nilai universal dalam penegakan civil society tidak dapat dipisahkan karena merupakan satu kesatuan yang integral dan menjadi dasar dan nilai eksistensinya adalah dengan free public sphere, demokratis, pluralisme, kedilan sosial, dan keadaban 21.

Sebagaimana yang tercantum dalam Al Qur’an, prasyarat-prasyarat yang mejadi nilai iniversal dalam penegakan civil society atau masyarakat madani adalah sebagai berikut :

"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (Al-Baqarah 2 : 148)

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat". (Surat An-Nisa' 4 : 58)

"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus, dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui". (Surat Al-Baqarah 2: 256)

"Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka". (Surat As-Syura 42 : 38)

5. Masyarakat Madani di Indonesia

Di indonesia, pengertian masyarakat madani sudah dikenal melalui forum-forum diskusi sejak akhir 1980-an. Pada waktu itu para pendukung demokrasi mengeluhkan menguatnya militer, negara, birokrasi, Golkar, dan ideologi resmi. Istilah masyarakat madani pun semakin populer dan menjadi kata kunci bagi gerakan pro demokrasi.

Pada Festival Istiqlal II tahun 1995, Anwar Ibrahim yang waktu itu Deputi Perdana Menteri Malaysia, memperkenalkan terjemahan masyarakat madani untuk civil society. Masyarakat jenis itu kemudian memperoleh momentumnya sejak jatuhnya Orde baru tahun 1998. B.J. Habibie membentuk tim kenegaraan untuk merumuskan gagasan masyarakat madani. Gagasan ini dilanjutkan oleh K.H Abdurrahman Wahid meski tanpa retorika.

Adanya keinginan dan berusaha untuk meniadakan supremasi militer atas sipil yang selama ini terjadi di Indonesia serta adanya keinginan dan usaha menegakkan supremasi hukum dan pengadilan HAM merupakan indikator ke arah terwujudnya masyarakat madani.

Masyarakat madani Indonesia mempunyai ciri-ciri tersendiri yang dibentuk oleh sejarah bangsa, kemajemukan msyarakat, ideologi nasional, dan lingkungan budaya. Adapun ciri-ciri itu adalah :

1. Religius dan berbudi luhur.
2. Adil dan sejahtera.
3. Demokratis dan toleran.
4. Mandiri dan bertanggung jawab.
5. Tertib dan teratur.
6. Setara dan berkebersamaan
7. Berintegritas dan berketangguhan budaya.
8. Dinamis dan berorientasi ke depan.

- Semoga Bermanfaat -

Sumber :
1. Tim Ditjenbud. 2000. Strategi Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Direktorat jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional.
2. Wahyuddin dkk. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Grasindo.
3. Abdulkarim, Aim. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk kelas XI Sekolah Menengah Atas jilid 2. Grafindo Media Pratama.

Saturday, February 24, 2018

Akibat Hukum Dan Eksekusi Dari Jaminan Fidusia

KKPMP MADA TANGERANG SELATAN 24 Febuari 2018
A. Undang-Undang Jaminan Fidusia

Jaminan fidusia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.

Terkait dengan ketentuan di atas, maka berikut penjelasan mengenai proses pembebanan fidusia serta hal-hal yang menyebabkan hapusnya jaminan fidusia, dan berikut penjelasannya :
1. Proses atau tahapan pembebanan fidusia adalah sebagai berikut :
a. Proses pertama, dengan membuat perjanjian pokok berupa perjanjian kredit.
b. Proses kedua, pembebanan benda dengan jaminan fidusia yang ditandai dengan pembuatan Akta Jaminan Fidusia (AJF), yang didalamnya memuat hari, tanggal, waktu pembuatan, identitas para pihak, data perjanjian pokok fidusia, uraian objek fidusia, nilai penjaminan serta nilai objek jaminan fidusia.
c. Proses ketiga, adalah pendaftaran AJF di kantor pendaftaran fidusia, yang kemudian akan diterbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada kreditur sebagai penerima fidusia.
2. Adapun jaminan fidusia hapus disebabkan hal-hal sebagai berikut :
a. Karena hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia.
b. Karena pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia.
c. Karena musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Terkait penjelasan tersebut di atas dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang fidusia disebutkan pula, bahwa undang-undang ini menganut larangan milik beding, yang berarti setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji, adalah batal demi hukum.

B. Akibat Hukum dari Jaminan Fidusia

Jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat jaminan fidusia menimbulkan akibat hukum yang kompleks dan beresiko. Kreditor bisa melakukan hak eksekusinya karena dianggap sepihak dan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan  dari kreditor. Bisa juga karena mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia biasanya tidak full sesuai dengan nilai barang. Atau, debitur sudah melaksanakan kewajiban sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa diatas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitor dan sebagian milik kreditor. Apalagi jika eksekusi tersebut tidak melalui badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata  dan dapat digugat ganti kerugian. Dalam konsepsi hukum pidana, eksekusi objek fidusia di bawah tangan masuk dalam tindak pidana Pasal 368 KUHPidana jika kreditor melakukan pemaksaan dan ancaman perampasan.
Situasi ini dapat terjadi jika kreditor dalam eksekusi melakukan pemaksaan dan mengambil barang secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa sebagian dari barang tersebut adalah milik kreditor yang mau mengeksekusi tetapi tidak didaftarkan dalam di kantor fidusia.
Bahkan pengenaan pasal-pasal lain dapat  terjadi mengingat bahwa dimana-mana eksekusi merupakan bukan hal yang mudah, untuk itu butuh jaminan hukum dan dukungan aparat hukum secara legal. Inilah urgensi perlindungan hukum yang seimbang antara kreditor dan debitor. Bahkan apabila debitor mengalihkan benda objek fidusia yang dilakukan dibawah tangan kepada pihak lain tidak dapat dijerat dengan UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang jaminan fidusia, karena tidak syah atau legalnya perjanjian jaminan fidusia yang dibuat.

C. Proses Eksekusi dari Jaminan Fidusia

Bahwa asas perjanjian "Pacta Sun Servanda" yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh  pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undang-undang bagi keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia  di bawah tangan tidak dapat dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan.

Inilah pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materil yang dikandungnya. Proses ini hampir pasti memakan waktu panjang, kalau para pihak menggunakan semua upaya hukum yang tersedia. Biaya yang musti dikeluarkan pun tidak sedikit. Jelaslah pastinya, ini sebuah pilihan dilematis. Dalih mengejar margin besar juga harus mempertimbangkan rasa keadilan semua pihak.

UNTUK MELIHAT DAN DOWNLOAD UU JAMINAN FIDUSIA

Friday, February 23, 2018

Tentang Jaminan Fidusia

KKPMP MADA TANGERANG SELATAN 23 Febuari 2018
A. Pengertian Fidusia dan Jaminan Fidusia

1. Latar Belakang Terjadinya Jaminan Fidusia.
Latar belakang timbulnya lembaga fidusia, sebagaimana dipaparkan oleh para ahli adalah karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang lembaga pand (gadai) mengandung banyak kekurangan, Tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan Tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat (Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, 1977: 15-116).
Berdasarkan perkembangan dalam sejarahnya, Fidusia ini berawal dari suatu perjanjian yang hanya didasarkan pada kepercayaan. Namun semakin lama dalam prakteknya diperlukan suatu kepastian hukum yang dapat melindungi kepentingan dari para pihak.
2. Pengertian Fidusia
Fidusia menurut asal katanya berasal dari Bahasa Romawi yaitu "Fides" yang berarti Kepercayaan. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Begitu pula istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Dalam terminologi Belanda istilah ini sering disebut secara lengkap yaitu Fiduciare Eigendom Overdracht (F.E.O.) yaitu penyerahan hak milik secara kepercayaan. Sedangkan dalam istilah bahasa Inggris disebut Fiduciary Transfer of Ownership.
Pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia terdapat berbagai pengaturan mengenai fidusia diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun telah memberikan kedudukan fidusia sebagai lembaga jaminan yang diakui undang-undang.
Menurut Undang-undang nomor 42 Tahun 1999, Pengertian  Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda  yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Pengertian FIDUSIA pasal 1 ayat 1 fidusia adalah : "pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu."
Dr. A. Hamzah dan Senjun Manulang mengartikan fidusia adalah : "Suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur) berdasarkan adanya perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan uant debitur), sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur, tetapi bukan lagi sebagai eigenaar maupun bezitter, melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur - eigenaar" (Dr. A. Hamzah dan Senjun Manulang, 1987). 
3. Pengertian Jaminan Fidusia
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan  benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagai mana dimaksud  dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan  Pemberi Fidusia (debitor), Sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan  kepada Penerima Fidusia (kreditor) terhadap kreditor lainnya.
Jaminan fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor  yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan. Tetapi untuk  menjamin kepastian hukum bagi  kreditor maka dibuat akta yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Nanti kreditor akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa."
Dari definisi yang diberikan jelas bagi kita bahwa Fidusia dibedakan dari Jaminan Fidusia, dimana Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jaminan Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.

B. Perbedaan Antara Gadai dan Fidusia

1. Ditinjau Dari Segi Pengertian
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur (si berutang), atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada kreditur - kreditur lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya - biaya mana harus didahulukan.
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada di dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
2. Dari Segi Sumber Hukumnya
a. Gadai : Pasal 1150 s.d. Pasal 1160 Kitab undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
b. Jaminan Fidusia : (1). Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
(2). Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
3. Dari Segi Unsur-unsurnya
a. Gadai :
1. Gadai diberikan hanya atas benda bergerak;
2. jaminan gadai harus dikeluarkan dari penguasaan Pemberi Gadai (debitor), adanya penyerahan benda gadai secara fisik (lavering).
3. Gadai memberikan hak kepada kreditor untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas piutang kreditur (droit de preference).
4. Gadai memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mengambil sendiri pelunasan secara mendahului.
b. Fidusia :
1. Fidusia diberikan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek.
2. Fidusia merupakan jaminan serah kepemilikan yaitu debitur tidak menyerahkan benda jaminan
secara fisik kepada kreditur tetapi tetap berada di bawah kekuasaan debitur (constitutum possessorium), namun pihak debitur tidak diperkenankan mengalihkan benda jaminan tersebut kepada pihak lain (debitur menyerahkan hak kepemilikan atas benda jaminan kepada kreditur).
3. Fidusia memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan.
4. Fidusia memberikan kewenangan kepada kreditur untuk menjual benda jaminan atas kekuasaannya sendiri.
Dan masih banyak lagi perbedaan antara gadai dan jaminan fidusia yang ditinjau dari berbagai aspek.

C. Sifat-sifat dari Jaminan Fidusia

Adapun yang menjadi sifat dari jaminan fidusia antara lain :
1. Jaminan Fidusia memiliki sifat accessoir.
2. Jaminan Fidusia memberikan Hak Preferent (hak untuk didahulukan).
3. Jaminan Fidusia memiliki sifat droit de suite.
4. Jaminan Fidusia untuk menjamin utang yang sudah ada atau yang akan ada.
5. Jaminan Fidusia memiliki kekuatan eksekutorial.
6. Jaminan Fidusia mempunya sifat spesialitas dan publisitas.
7. Objek Jaminan Fidusia berupa benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dan benda tidak bergerak yang tidak dibebankan dengan Hak Tanggungan, serta benda yang diperoleh dikemudian hari.

Baca : UU Jaminan Fidusia, Akibat Hukum Dan Eksekusi Dari Jaminan Fidusia
www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net