![]() |
KKPMP MADA TANGERANG SELATAN 24 Febuari 2018 |
Jaminan fidusia
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) Nomor 42 Tahun 1999 Tentang
Jaminan Fidusia, adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang
tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan
Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Terkait dengan ketentuan
di atas, maka berikut penjelasan mengenai proses pembebanan fidusia serta
hal-hal yang menyebabkan hapusnya jaminan fidusia, dan berikut penjelasannya :
1. Proses atau tahapan
pembebanan fidusia adalah sebagai berikut :
a. Proses pertama, dengan
membuat perjanjian pokok berupa perjanjian kredit.
b. Proses kedua,
pembebanan benda dengan jaminan fidusia yang ditandai dengan pembuatan Akta
Jaminan Fidusia (AJF), yang didalamnya memuat hari, tanggal, waktu pembuatan,
identitas para pihak, data perjanjian pokok fidusia, uraian objek fidusia,
nilai penjaminan serta nilai objek jaminan fidusia.
c. Proses ketiga, adalah
pendaftaran AJF di kantor pendaftaran fidusia, yang kemudian akan diterbitkan
Sertifikat Jaminan Fidusia kepada kreditur sebagai penerima fidusia.
2. Adapun jaminan fidusia
hapus disebabkan hal-hal sebagai berikut :
a. Karena hapusnya utang
yang dijamin dengan fidusia.
b. Karena pelepasan hak
atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia.
c. Karena musnahnya benda
yang menjadi objek jaminan fidusia.
Terkait penjelasan
tersebut di atas dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang fidusia
disebutkan pula, bahwa undang-undang ini menganut larangan milik beding, yang
berarti setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk
memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji,
adalah batal demi hukum.
B. Akibat Hukum dari
Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia yang tidak
dibuatkan sertifikat jaminan fidusia menimbulkan akibat hukum yang kompleks dan
beresiko. Kreditor bisa melakukan hak eksekusinya karena dianggap sepihak dan
dapat menimbulkan kesewenang-wenangan dari kreditor. Bisa juga karena
mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia biasanya tidak full sesuai dengan
nilai barang. Atau, debitur sudah melaksanakan kewajiban sebagian dari
perjanjian yang dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa diatas barang
tersebut berdiri hak sebagian milik debitor dan sebagian milik kreditor. Apalagi
jika eksekusi tersebut tidak melalui badan penilai harga yang resmi atau badan
pelelangan umum. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai Perbuatan
Melawan Hukum (PMH) sesuai diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dan dapat digugat ganti kerugian. Dalam konsepsi hukum pidana, eksekusi
objek fidusia di bawah tangan masuk dalam tindak pidana Pasal 368 KUHPidana jika
kreditor melakukan pemaksaan dan ancaman perampasan.
Situasi ini dapat terjadi
jika kreditor dalam eksekusi melakukan pemaksaan dan mengambil barang secara
sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut sebagian atau seluruhnya milik
orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa sebagian dari barang tersebut adalah
milik kreditor yang mau mengeksekusi tetapi tidak didaftarkan dalam di kantor
fidusia.
Bahkan pengenaan
pasal-pasal lain dapat terjadi mengingat bahwa dimana-mana eksekusi
merupakan bukan hal yang mudah, untuk itu butuh jaminan hukum dan dukungan
aparat hukum secara legal. Inilah urgensi perlindungan hukum yang seimbang
antara kreditor dan debitor. Bahkan apabila debitor mengalihkan benda objek
fidusia yang dilakukan dibawah tangan kepada pihak lain tidak dapat dijerat
dengan UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang jaminan fidusia, karena tidak syah atau
legalnya perjanjian jaminan fidusia yang dibuat.
C. Proses Eksekusi dari
Jaminan Fidusia
Bahwa asas perjanjian "Pacta Sun Servanda" yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh
pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undang-undang bagi keduanya, tetap
berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi terhadap
perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia di bawah tangan tidak dapat
dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan
gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal
hingga turunnya putusan pengadilan.
Inilah
pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan
terhadap hukum materil yang dikandungnya. Proses ini hampir pasti memakan waktu
panjang, kalau para pihak menggunakan semua upaya hukum yang tersedia. Biaya
yang musti dikeluarkan pun tidak sedikit. Jelaslah pastinya, ini sebuah pilihan
dilematis. Dalih mengejar margin besar juga harus mempertimbangkan rasa
keadilan semua pihak.
UNTUK MELIHAT DAN DOWNLOAD UU JAMINAN FIDUSIA
0 komentar:
Post a Comment